MENJADI MATA BAGI ORANG BUTA DAN KAKI BAGI ORANG LUMPUH: REFLEKSI MAKNA KEHIDUPAN ORANG PERCAYA BERDASARKAN TOKOH AYUB

 

Pembaca budiman…..Semua orang percaya pada umumnya sangat familiar dengan salah satu tokoh dalam Kitab Suci kristen bernama Ayub. Bagian pendahuluan kitab Ayub jelas sekali menceritakan seberapa “unggulnya” Ayub dalam berbagai aspek, terutama bidang ekonomi. Catatan Ayub tidak saja dapat dilihat dari sisi ekonomi, tetapi terlihat juga dari sisi spiritualitas.  Dari sisi rohani, Kitab Suci menceritakan bagaimana “salehnya” kehidupan Ayub (tidak hanya saleh tapi jujur, takut akan Tuhan, bahkan dikatakan tidak pernah kompromi dengan apa yang namanya kejahatan). Dari sisi jasmani atau materi, tidak usah dikata, sebab Kitab Suci membuktikan bahwa tokoh Ayub dikenal sebagai orang terkaya dari semua orang di dunia Timur.

         Ironisnya, hanya dalam sekejap mata, seperti membalikkan telapak tangan, keadaan Ayub berbalik 180 derajat. Ayub yang tadinya sangat kaya, mendadak jadi miskin, tidak punya harta sama sekali. Tidak saja kehilangan harta kekayaannya, tetapi ia kehilangan seluruh keturunannya. Tidak cukup sampai disitu, keadaan fisik Ayub berubah. Dia yang tadinya sehat, sekarang menderita luka yang berbau busuk disekujur tubuhnya. Sulit sekali membayangkan jika para pembaca berganti posisi dengan Ayub, sangat tidak mungkin pembaca bisa bertahan….

      Dinamika kehidupan seperti inilah yang diungkapkan Ayub (terutama di pasal ke-29). Ayub menggunakan seluruh pasal ini untuk meratapi bahwa Tuhan tidak memperlakukan dia seperti dulu. Karena itu, Ayub dengan penuh kerinduan mengingat kembali “masa lalunya yang begitu indah.” Salah satu hal yang diingat Ayub adalah bagaimana dirinya terpanggil menjadi, “…mata bagi orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh …..” Ungkapan ini jelas berbicara mengenai keberadaan setiap orang percaya di lingkungan sekitarnya. Ungkapan ini mengimplikasikan satu hal penting dan prinsip bagi setiap orang percaya yaitu: “kehadiran kita yang seharusnya membawa berkat bagi sesama. Saya percaya makna ini sangat relevan dengan situasi di jaman ini dimana kehadiran kita sebagai anak-anak Tuhan seharusnya dapat menjadi berkat bagi sesama kita ..siapapun itu. Makna ungkapan “…mata bagi orang buta, dan kaki bagi orang lumpuh..” merefleksikan 2 hal penting sebagai berikut :

Menjadi mata bagi orang buta

Setiap orang percaya terpanggil untuk menjadi mata bagi orang buta. Apa maksudnya “menjadi mata bagi orang buta”? Kata mata yang dimaksudkan disini tidak hanya diartikan secara literal yaitu mata secara fisik.  Kata “mata” dalam terjemahan bahasa aslinya  dapat diartikan “memberikan keringanan yang sesuai dan tepat pada waktunya kepada orang-orang yang berada dalam kerugian.” Disini pembaca melihat dua kata penting dan mendapat perhatian yaitu: “sesuai” dan “tepat pada waktunya.” Dapat diartikan bahwa pertolongan (apapun itu) yang kita berikan (kepada siapapun) hendaknya sesuai serta tepat pada waktunya.

Karena itu para pembaca budiman…….dalam aplikasinya secara sederhana bagi kita setiap orang percaya, ungkapan“menjadi mata bagi orang buta” dapat diartikan  “memperhatikan, memperdulikan, memberikan keringanan yang sesuai dan tepat pada waktunya bagi mereka yang dikatakan buta (harafiahnya memiliki kesulitan/masalah).

Pertanyaannya sekarang….  Siapa saja mereka yang termasuk dalam kategori "buta"… ? Jika kita memakai ukuran fisik atau jasmani, jelas sekali orang yang buta secara fisik patut mendapat pertolongan. Tapi tahukah pembaca sekalian…kita sebagai orang percaya sering masuk kategori orang “buta secara rohani”… Kita anak-anak Tuhan mengakunya  beriman, taat pada Tuhan, tapi itu sebatas slogan atau lip service kita belaka. Kita tidak menunjukkan apa itu beriman, taat dan setia dalam perbuatan atau tingkah laku kita setiap hari. Kita tahu kebenaran, tetapi tidak hidup didalamnya dan tidak memperlakukan orang lain sesuai dengan kebenaran Tuhan itu. Kita yang dikatakan orang kristen atau orang percaya mengerti betul bahwa kasih itu baik dan indah, tapi kita malah  hidup dalam kebencian dan dendam terhadap sesama kita. Jika hidup kita seperti ini… Bukankah kita  turut masuk dalam kategori “orang buta" secara rohani?

Menjadi kaki bagi orang lumpuh

Pembaca budiman, selain menjadi mata bagi orang buta, kalimat selanjutnya menyatakan: “menjadi kaki bagi orang lumpuh.”  Apa artinya “menjadi kaki” seperti yang dimaksudkan disini? Kembali lagi, bahasa aslinyanya mengartikan kata “kaki” yang dimaksudkan dengan “pergi kemana dia pergi/went where he/she went.”  Secara sederhana kata ini hendak menyatakan kepada kita bagaimana kita sebagai orang percaya “turut berempati” dengan keadaan sesama kita. Kita jangan menilai kesulitan atau pergumulan yang dia alami berdasarkan kacamata atau sepatu kita. Coba kita memakai kacamata atau sepatu dia! Kesulitan/masalah yang dihadapi bagi kita mungkin “biasa saja”, akan  tetapi tidak bagi sesama kita. Bagi dia bisa saja “ sangat berat”….

Pertanyaannya bagi kita, pernahkan kita sebagai orang percaya, belajar untuk memiliki “empati” kepada sesama kita yang memiliki kesulitan atau pergumulan… Sebagaimana teladan Yesus yang tergerak hatinya oleh “belas kasihan” ketika melihat kesulitan/pergumulan orang banyak yang mengikut Dia, pernahkan kita memiliki hati yang sama seperti Yesus?

Refleksi

Intinya pembaca sekalian adalah bagaimana kita sebagai orang-orang percaya memiliki kehidupan yang berguna dan berarti bagi sesama. Eleanor Chestnut, seorang dokter misionaris Amerika sekaligus penerjemah Kristen yang bekerja di Tiongkok dari tahun 1894 hingga pembunuhannya pada tahun 1905 memberikan definisi yang sederhana tentang hidup anak-anak Tuhan yang berguna dan berarti bagi sesama. Eleanor mengatakan: “Kita harus memperhatikan, menolong mereka yang berkekurangan, sebab mereka yang berkekurangan itu-pun adalah ciptaan Tuhan, sama seperti kita yang berkecukupan dan yang berkelebihan.” Kalimat ini kelihatannya sederhana saja, tetapi mampukah kita anak-anak Tuhan melakukannya?

Pembaca budiman, bagaimana supaya kita dapat menjadi mata bagi yang buta dan kaki bagi yang lumpuh dalam pengertian memperhatikan dan memperdulikan sesama kita yang butuh pertolongan…? Ada 3 hal prinsip yang sederhana yang perlu kita pahami dan lakukan: ….

Pertama.  Kita harus punya kualitas rohani atau hubungan yang baik dengan Tuhan. Bagian ini penting, sebab Alkitab mengatakan bahwa, “Orang buta tidak mungkin menuntun orang buta sebab pasti keduanya  akan jatuh kedalam lobang (Matius 15:14).” Artinya orang yang kuat rohanilah yang harus memperhatikan mereka yang lemah atau belum bertumbuh imannya.

Kedua. Kita harus memiliki kualitas moral baik. Dalam kitab Ayub 1:1, disana kita melihat bahwa Ayub memiliki kualitas moral yang saleh & jujur. Artinya tidak cukup hanya dengan kita berkata : Saya punya iman, atau saya tahu firman Tuhan. Tetapi kenyataannya kita tidak jujur dalam kehidupan sehari-hari, atau setiap harinya terus melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan firman Tuhan.

Ketiga. Kita harus memiliki komitmen pelayanan. Hal ini penting, sebab tidak mudah melayani orang lain/mengasihi orang lain yang membutuhkan kita. Butuh pengorbanan dan komitmen yang besar untuk melayani sesama sebagaimana kita lakukan “untuk melayani Tuhan”. Faktanya kita sendiri sulit berkomitmen untuk melayani Tuhan. Masih ada hal yang lain yang membuat kita bisa menomorduakan Tuhan.

Belajarlah memiliki hati dan mata rohani seperti Tuhan Yesus, ketika melihat sesama yang butuh pertolongan kita, hati kita tergerak untuk meringankan pergumulan/masalah mereka dengan “sesuai dan tepat pada waktunya”… Tuhan memberkati.


Penulis                        : Richard Hedwig Michael Lengkong, M.Th.

Tempat Pelayanan    : Dosen Tetap STTIAA



Posting Komentar

0 Komentar