Mengajak
pembaca memahami ikhwal Kementerian Agama khususnya Ditjen Bimas Kristen
merupakan salah satu misi yang diusung oleh jurnalpelayanan.com. Bertolak dari
hal tersebut, dengan mengutip dari website resmi Kementerian Agama RI,
jurnalpelayanan.com akan menyajikan sejarah terbentuknya kementerian
agama. Sengaja dalam penulisan ini,
redaksi mengutip langsung tulisan dari website resmi kemenag, dengan tujuan
sejarah yang disajikan adalah sejarah versi Kemenag. Dalam rangka menjaga
kenyamanan dalam membaca, redaksi sengaja membagi tulisan ini menjadi beberapa
bagian. Selamat Membaca (Tim Redaksi Historika)
Kementerian Agama adalah kementerian yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan dalam bidang agama. Usulan pembentukan Kementerian Agama pertama kali disampaikan oleh Mr. Muhammad Yamin dalam Rapat Besar (Sidang) Badan Penyelidik Usaha – Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), tanggal 11 Juli 1945. Dalam rapat tersebut Mr. Muhammad Yamin mengusulkan perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang berhubungan dengan agama.
Menurut
Yamin, "Tidak cukuplah jaminan kepada agama Islam dengan Mahkamah Tinggi
saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam sendiri.
Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan
dengan pendirian Islam, wakaf dan masjid dan penyiaran harus diurus oleh
kementerian yang istimewa, yaitu yang kita namai Kementerian Agama”.
Namun
demikian, realitas politik menjelang dan masa awal kemerdekaan menunjukkan
bahwa pembentukan Kementerian Agama memerlukan perjuangan tersendiri. Pada
waktu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melangsungkan sidang hari
Ahad, 19 Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan kementerian/departemen,
usulan tentang Kementerian Agama tidak disepakati oleh anggota PPKI. Salah satu
anggota PPKI yang menolak pembentukan Kementerian Agama ialah Mr. Johannes
Latuharhary.
Keputusan
untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam kabinet Indonesia yang pertama,
menurut B.J. Boland, telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang
sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara,
yaitu Pancasila, dan bukannya Islam atau Piagam Jakarta.
Diungkapkan
oleh K.H.A. Wahid Hasjim sebagaimana dimuat dalam buku Sedjarah Hidup K.H.A.
Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar (Kementerian Agama, 1957: 856), "Pada
waktu itu orang berpegang pada teori bahwa agama harus dipisahkan dari negara.
Pikiran orang pada waktu itu, di dalam susunan pemerintahan tidak usah diadakan
kementerian tersendiri yang mengurusi soal-soal agama. Begitu di dalam
teorinya. Tetapi di dalam prakteknya berlainan."
Lebih
lanjut Wahid Hasjim menulis, "Setelah berjalan dari Agustus hingga
November tahun itu juga, terasa sekali bahwa soal-soal agama yang di dalam
prakteknya bercampur dengan soal-soal lain di dalam beberapa tangan
(departemen) tidak dapat dibiarkan begitu saja. Dan terasa perlu sekali
berpusatnya soal-soal keagamaan itu di dalam satu tangan (departemen) agar
soal-soal demikian itu dapat dipisahkan (dibedakan) dari soal-soal lainnya.
Oleh karena itu, maka pada pembentukan Kabinet Parlementer yang pertama, diadakan
Kementerian Agama. Model Kementerian Agama ini pada hakikatnya adalah jalan
tengah antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan agama dan
negara."
Usulan
pembentukan Kementerian Agama kembali muncul pada sidang Pleno Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) yang diselenggarakan pada tanggal 25-27 November 1945.
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) merupakan Parlemen Indonesia periode
1945-1950, sidang pleno dihadiri 224 orang anggota, di antaranya 50 orang dari
luar Jawa (utusan Komite Nasional Daerah). Sidang dipimpin oleh Ketua KNIP
Sutan Sjahrir dengan agenda membicarakan laporan Badan Pekerja (BP) KNIP,
pemilihan keanggotaan/Ketua/Wakil Ketua BP KNIP yang baru dan tentang jalannya
pemerintahan.
Dalam
sidang pleno KNIP tersebut usulan pembentukan Kementerian Agama disampaikan
oleh utusan Komite Nasional Indonesia Daerah Keresidenan Banyumas yaitu K.H.
Abu Dardiri, K.H.M Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro. Mereka adalah
anggota KNI dari partai politik Masyumi. Melalui juru bicara K.H.M. Saleh
Suaidy, utusan KNI Banyumas mengusulkan, "Supaya dalam negeri Indonesia
yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan
kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan saja, tetapi hendaklah
Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri”.
Usulan
anggota KNI Banyumas mendapat dukungan dari anggota KNIP khususnya dari partai
Masyumi, di antaranya Mohammad Natsir, Dr. Muwardi, Dr. Marzuki Mahdi, dan M.
Kartosudarmo. Secara aklamasi sidang KNIP menerima dan menyetujui usulan
pembentukan Kementerian Agama. Presiden Soekarno memberi isyarat kepada Wakil
Presiden Mohammad Hatta akan hal itu. Bung Hatta langsung berdiri dan
mengatakan, "Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian
pemerintah." Pada mulanya terjadi diskusi apakah kementerian itu dinamakan
Kementerian Agama Islam ataukah Kementerian Agama. Tetapi akhirnya diputuskan
nama Kementerian Agama.
Pembentukan
Kementerian Agama dalam Kabinet Sjahrir II ditetapkan dengan Penetapan
Pemerintah No 1/S.D. tanggal 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) yang berbunyi;
Presiden Republik Indonesia, Mengingat: usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja
Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Kementerian Agama.
Pembentukan
Kementerian Agama pada waktu itu dipandang sebagai kompensasi atas sikap
toleransi wakil-wakil pemimpin Islam, mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta
yaitu "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya."
Maksud
dan tujuan membentuk Kementerian Agama, selain untuk memenuhi tuntutan sebagian
besar rakyat beragama di tanah air, yang merasa urusan keagamaan di zaman
penjajahan dahulu tidak mendapat layanan yang semestinya, juga agar soal-soal
yang bertalian dengan urusan keagamaan diurus serta diselenggarakan oleh suatu
instansi atau kementerian khusus, sehingga pertanggungan jawab, beleid, dan
taktis berada di tangan seorang menteri.
Pembentukan
Kementerian Agama, sebagaimana diungkapkan R. Moh. Kafrawi (mantan Sekretaris
Jenderal Kementerian Agama), "…. dihasilkan dari suatu kompromi antara
teori sekuler dan Kristen tentang pemisahan gereja dengan negara, dan teori
muslim tentang penyatuan antara keduanya. Jadi Kementerian Agama itu timbul
dari formula Indonesia asli yang mengandung kompromi antara dua konsep yang
berhadapan muka: sistem Islami dan sistem sekuler."
Pengumuman berdirinya Kementerian Agama disiarkan oleh pemerintah melalui siaran Radio Republik Indonesia. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama. H.M. Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah.
Rasjidi saat itu adalah menteri tanpa
portfolio dalam Kabinet Sjahrir. Dalam jabatan selaku menteri negara
(menggantikan K.H. A. Wahid Hasjim), Rasjidi sudah bertugas mengurus
permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.
Kementerian
Agama mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula berada pada beberapa
kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri yang berkenaan dengan masalah
perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan urusan haji; Kementerian Kehakiman
yang berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi; dan Kementerian
Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan yang berkenaan dengan masalah pengajaran
agama di sekolah-sekolah.
Sehari
setelah pembentukan Kementerian Agama, Menteri Agama H.M. Rasjidi dalam pidato yang
disiarkan oleh RRI Yogyakarta menegaskan bahwa berdirinya Kementerian Agama
adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama serta
pemeluk-pemeluknya.
Kutipan transkripsi pidato Menteri Agama H.M. Rasjidi yang mempunyai nilai sejarah, tersebut diucapkan pada Jumat malam, 4 Januari 1946. Pidato pertama Menteri Agama tersebut dimuat oleh Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta tanggal 5 Januari 1946.
Dalam
Konferensi Jawatan Agama seluruh Jawa dan Madura di Surakarta tanggal 17-18
Maret 1946, H.M. Rasjidi menguraikan kembali sebab-sebab dan kepentingan
Pemerintah Republik Indonesia mendirikan Kementerian Agama yakni untuk memenuhi
kewajiban Pemerintah terhadap Undang-Undang Dasar 1945 Bab XI pasal 29, yang
menerangkan bahwa "Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa" dan
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu"
(ayat 1 dan 2). Jadi, lapangan pekerjaan Kementerian Agama ialah mengurus
segala hal yang bersangkut paut dengan agama dalam _arti seluas-luasnya. (Bersambung)
1 Komentar
YouTube Channel #1: 'Movies & Music Videos' - VideoOdds
BalasHapusYouTube Channel #1: 'Movies & Music Videos' · Videos on YouTube. (0 · 0). · youtube to mp3 Videos on YouTube. (0). · Videos on YouTube. (0). · Videos on YouTube. (0). · Videos on YouTube. (0).